“Apaaa ini?”

Suara Athi sedikit berat, dalam dan penuh rasa ingin tahu. Wajahnya berseri dan tanpa sadar senter di muka pun menyenggol wajah Sapsap dengan keras. Sapsap pun sejenak diam dan tampak tidak bisa membuka lagi mulutnya. Mulutnya terlihat membiru. Athi tidak menyadarinya langsung. Dia masih mencoba melihat benda di depan matanya, sementara Naar hanya melihat sekilas nasib Sapsap dan dia pun tak peduli. Naar ikut memperhatikan benda berkilauan di depan Athi.

“Ini pasti punya manusia!” ujar Naar.
“Kata siapa….tidak mungkin, tidak mungkin” balas Athi dengan sengit.
“Humph,humph,humph,umpph,grrr errr….” Sapsap berusaha menimpali omongan kedua temannya tapi lagi-lagi dia kesulitan membuka mulutnya.

Dua temannya masih mencoba menerka-nerka benda apa yang ada di depan mereka.
“Bulat,lingkaran..,ini pasti dari perahu..” Athi mencoba memecahkan rasa penasaran mereka.
“Bukan ah, terlalu bagus untuk di perahu.” Naar mendebat.
“Umph,urrrr,hmmpphhhh,hem,hem…” Sapsap masih berusaha,kali ini ditambah goyangan kepala. Entahlah apa maksudnya.

Mata mereka bertiga berkilauan warna kuning, warna benda di depan ketiganya. Yang jelas bentuknya bulat seperti lingkaran. Apa itu? Kita tidak usah ikut menebak. Ketiganya saja sudah cukup susah untuk menebak, kita nonton saja apa yang akan terjadi.

Sapsap masih kesakitan tapi ditahannya karena benda bulat ini lebih menarik. Athi dan Naar juga tidak peduli pada sekelilingnya bahkan tidak melihat Sapsap yang terus menggerakkan mulutnya biar pulih. Namun ternyata sakitnya itu benar-benar menyiksa sehingga dia tidak bisa membuka lagi mulutnya. Biarlah saja kali ini, pikir Sapsap…benda bulat lingkaran di depan mata lebih menarik…

“Apaaa ini?” teriak Athi dengan lantang.

(bersambung)